“Pendidik-kan?”
Gorontalo, Agustus
2013. Tulisan ini dibuat oleh seorang sarjana pendidikan yang masih berusaha menerapkan apa itu pendidikan serta bagaimana pendidikan berafiliasi terhadap
gelar yang saya emban, yang saya tahu pendidikan terbaik datang dari Islam, dan saya percaya itu.
Terserah apa
kata anda saat membaca potongan kalimat keluh
diatas. Terserah, anda bebas mengartikan “saya nya yang kurang belajar dengan giat saat kuliah, atau dosen nya
yang terlalu aktif mempasifkan mahasiswa saat dikelas”. Lha? Terserah lah menilai,
sebebas kementerian pendidikan yang sekenanya mengubah kurikulum yang saya
ketahui sudah baru lagi, padahal menteri/ kabinet ini rencananya, maaf, mau
diganti tahun depan, pemilihan presiden sudah menanti dalam waktu dekat.
Motif setipe bahkan sudah jadi kemakluman orang banyak. Kabinet baru, kebijakan baru.
Entah karena keberadaan pemimpin negara baru, atau karena gengsi melanjutkan sistem yang sudah ada. Padahal, kinerja yang
apik dari pemerintahan, kini terkait dengan lampau, hendaknya dipertahankan
meski di sebagian sektor riil lain banyak terdapat yang dalam istilah industri
dikenal sebagai “gagal produk”.
Alih-alih meningkatkan (lebih dari mempertahankan), pendidikan telah
merubah total cara kerjanya yang dibahasakan dengan kurikulum setidaknya 5 kali
selama saya duduk dan berdiri di bangku sekolah dulu.
Apa yang
salah? Para pelaksana sistem kah? Guru-dosen? Atau bisa saja siswa-mahasiswa di
negeri kita? Ya sudah, saya tak mau mengkritisi panjang lebar apa yang tidak
saya pahami layak nya saya tulis di atas. Yang saya ketahui adalah kami, sarjana
pendidikan adalah bagian dari pelaksana sistem tersebut. Segala doktrin,
harapan dan macam basa-basi digantungkan. Anda;
orang tua siswa, mahasiswa, segenap elemen masyarakat harus tahu, tidak semua dari kami tidak paham
dengan kuliah kependidikan bangsa ini (baca; seperti saya). Undang-undang Nomor 14 Tahun
2005 Tentang Guru Dan Dosen pasal 4, (kurang lebih) menyatakan; yang dimaksud dengan guru sebagai agen pembelajaran (learning
agent) adalah peran guru antara lain sebagai fasilitator, motivator,
pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta
didik. Bahwa pendidikan membutuhkan pendidik atau orang yang
digugu-ditiru dengan tauladan yang menyeluruh, yang mengerti makna pendidikan,
juga mahir menjalankan “roda pendidikan”, itu 100% benar. Tapi…
Catat ya…; Guru
bukan hanya tentang performa, yang wajib bagi masing- diperbaiki secara
perorangan, ada berbagai pendukung lain yang perlu pula distabilisasi dan
jangan diubah-ubah, yakni kepada apa guru sedianya berkiblat, dan tujuan konten
diajarkan itu apa. Dinamis, tapi tetap berkala. Agar tolok ukur wadah pendidik
secara keseluruhan bisa terus diamati, program serta capaian kemarin bisa disinambungkan.
Apa jadinya kalau satu orang guru dalam masa abdi nya selama 3 tahun, misalnya,
diharuskan mempelajari, menyusun serta menerapkan 2-4 silabi kurikulum berbeda
setiap tahunnya? Ini akan jelas berdampak pada performa guru tersebut. Jangan
salahkan juga jika ada guru yang senewen
jika dalam suatu kesempatan seorang wali murid bertanya buku apa yang akan dibeli, kok tiap tahun ganti-ganti?


Comments
Post a Comment